Komaruddin Hidayat, Guru Besar Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Secara teologis, kehadiran sosok sejarah bernama Yesus sebagai peletak dasar agama Nasrani dan Muhammad sebagai peletak dasar agama Islam telah memberikan sumbangan sangat besar pada peradaban dan sejarah manusia sejagat. Pengaruh mereka masih berlangsung terus sampai hari ini.
Berdasarkan perhitungan statistis-demografis,
pengikut dua agama tersebut menempati urusan terbesar, di luar kualitas
dan loyalitas pengikut dalam menjalankan ajaran secara benar dan
konsekuen.
Nama Yesus dan Isa menurut sebuah kajian historis
ialah sosok yang sama, dengan sebutan yang berbeda semata karena
pergeseran ucapan.
Isa, Yesaa, Yeshua, Yesus kesemuanya menunjuk pada
aktor sejarah yang sama. Perubahan ucapan itu mirip dengan apa yang
terjadi pada pemain bola dari Afrika atau Arabia, setelah pindah ke
Eropa lalu berubah nama panggilannya seperti Zainuddin menjadi Zidan,
Yusuf jadi Joseph, Ibrahim menjadi Abraham. Begitu pun beberapa nama
Mehmet di Turki atau Memet di Sunda aslinya ialah Muhammad. Di Indonesia
Timur, Abdurrahman bisa berubah menjadi Bedu Amang.
Karena kelahiran Muhammad jauh di belakang Yesus,
yaitu 671 M, logis dan wajar saja jika pencatatan riwayat hidupnya lebih
komplet dan transparan di mata sejarawan. Tak ada sejarah rasul Tuhan
yang riwayat hidupnya tercatat sedemikian komplet kecuali Nabi Muhammad.
Bahkan ucapannya yang dianggap autentik dan yang palsu pun
terdokumentasikan dengan baik.
Dalam riwayat hidup Yesus banyak penggalan yang sulit
ditelusuri sejarawan. Termasuk kompilasi dokumen tertulis ajaran yang
disampaikan yang kemudian dihimpun dalam Kitab Injil.
Terlebih sosok Rasul Tuhan seperti Adam, Idris, Nuh,
dan Sulaiman, para sejarawan kesulitan menemukan dan mengumpulkan
informasi riwayat hidup mereka secara lengkap dan autentik. Itu semata
alasan historis, bukan substansi kebenaran ajaran mereka karena semua
nabi membawa ajaran dari sumber yang sama, Tuhan semesta alam.
Di luar perdebatan dan tafsiran terhadap ajaran yang
diwariskan para rasul Tuhan, kedua sosok Yesus dan Muhammad telah
menginspirasi dan menggerakkan jutaan bahkan miliaran orang untuk
memperjuangkan cita-cita hidup berlandaskan moralitas agung. Sebuah
moralitas yang berasal dari Tuhan yang kemudian menjadi hukum
kemanusiaan universal. Tak ada sosok sejarah yang sangat dicintai
umatnya, dijadikan model keteladanan hidup, bahkan umatnya rela mati
jika kemuliaannya dihinakan, kecuali Yesus dan Muhammad.
Ironisnya, karena perbedaan paham, penafsiran, dan
kepentingan politik dari para pengikutnya, pernah terjadi Perang Salib,
perang antara pemeluk Nasrani dan Islam. Padahal, asal usul agama itu
ialah dari Tuhan yang sama yang mengajarkan cinta kasih dan perdamaian.
Perbedaan paling fundamental antara pemeluk Nasrani
dan Islam terletak pada penafsiran dan keyakinan posisi Yesus. Bagi umat
Islam, Yesus atau Isa ialah rasul Tuhan sebagaimana sosok rasul yang
lain, dengan mengajarkan keimanan dan akhlak mulia.
Umat Islam akan dicap kafir jika mengingkari
kerasulan Yesus atau Isa. Umat Islam akan juga marah jika Yesus sebagai
rasul Allah dihinakan martabatnya dan diingkari ajarannya.
Namun, bagi umat Kristiani, Yesus diyakini sebagai
Juru Selamat yang dalam dirinya Allah bertajali dan berinkarnasi,
menyatunya Sang Tuhan dan hamba, mirip pengalaman spiritual kalangan
sufi. Hanya, dalam dunia sufi, tajali Allah itu hanya sesaat, sedangkan
dalam Yesus bersifat permanen sejak kelahirannya. Maka, terkenal
ungkapan bahwa Yesus sebagai jalan keselamatan yang telah mengalahkan
dosa manusia, yang tidak mungkin mampu manusia mengalahkan dosa itu,
kecuali Tuhan sendiri yang menjelma dalam manusia Yesus demi keselamatan
manusia. Yesus sang penebus dosa.
Jadi, sesungguhnya baik Yesus maupun Muhammad
keduanya sebagai 'juru selamat', tapi dalam konsep dan formula yang
berbeda. Keduanya merupakan instrumen Allah untuk melakukan misi
keselamatan dan kebahagiaan hidup manusia. Dalam konteks Yesus, iman
Kristen meyakini penyatuan Tuhan dan Yesus dalam menaklukkan dosa
manusia. Yesus ialah firman yang hidup mendunia. Jesus is the way. Paham
yang ortodoks, Jesus is the only way.
Dalam konteks Muhammad, kehadiran Allah melalui
firman-Nya yang terhimpun dalam Alquran. Jadi, Alquran ialah firman yang
kemudian tertulis, lalu Muhammad sebagai perantara dan juru tafsirnya.
Karena mengingat Yesus dan Muhammad lebih daripada
sekadar tokoh sejarah, melainkan figur metahistoris yang direspons
dengan sikap iman oleh pengikut mereka, pembahasan terhadap kedua tokoh
itu mesti dibedakan, apakah kita akan mendiskusikannya dalam jalur
historis-ilmiah ataukah akan mendekati secara iman. Ini dua hal yang
berbeda.
Sikap yang pertama banyak dilakukan ilmuwan di Barat
sekalipun belum tentu sebagai pribadi yang taat beragama. Mereka
mengkaji semata sebagai riset ilmiah. Pendekatan kedua, yakni sikap dan
pilihan iman, sudah tentu justru hanya akan menimbulkan tengkar jika
umat Islam dan Kristen memaksakan keyakinan masing-masing agar diterima
pihak lain.
Keyakinan beragama itu melampaui nalar matematis.
Tidak mungkin ditemukan pendapat dan kesimpulan akhir yang sama dan
seragam. Makanya kata religions selalu berkonotasi plural, jamak, karena
di muka bumi memang terdapat pluralitas agama yang tidak mungkin
dilebur menjadi satu.
Sekali lagi, karena faktor kesejarahan, sejarah
Muhammad memang lebih terang benderang di mata kritikus sejarah. Riwayat
hidupnya, sejak lahir sampai wafat, semua mudah ditelusuri jika
dibandingkan dengan sejarah Yesus. Namun, karena keduanya pembawa
mukjizat Ilahi, yang membuat mereka berpengaruh pada dunia bukan soal
akurasi tanggal lahir dan wafat, melainkan ajaran mereka.
Berapa miliar penduduk bumi yang meyakini telah
mendapatkan jalan keselamatan dan kebahagiaan oleh kehadiran Yesus dan
Muhammad? Tak terhitung orang tumbuh menjadi orang baik, menjadi
penolong sesama, karena terinspirasi oleh kedua tokoh itu.
Sementara itu, ada saja yang terlibat permusuhan
dengan dalih membela kedua tokoh itu, padahal keduanya mengemban misi
yang sama. Instrumen Tuhan untuk menyebarkan kasih dan membangun
peradaban. Lakum dinukum waliyadin. Bagimu agamamu, bagiku agamaku.
(X-9)
diposkan pada: Rabu, 23 Desember 2015
Sumber : MediaIndonesia
diposkan pada: Rabu, 23 Desember 2015
Sumber : MediaIndonesia